Saturday, 28 October 2017

Etika Profesi

Apa yang anda ketahui tentang etika profesi?
Kerap kita dengar mengenai permasalahan etika maupun etika profesi. Pada penulisan ini saya akan membantu menjelaskan mengenai apa itu etika profesi. Bukan hanya itu, akan dijelaskan pula kasus mengenai etika profesi yang ada di Indonesia yang sering diperbincangkan. Dan yang terakhir saya akan menjelaskan mengenai bagaimana usaha yang harus dilakukan untuk menunjukkan professional dalam bekerja.

Perkembangan zaman yang semakin pesat dan semakin modern menjadikan timbulnya beragam permasalahan-permasalahan yang baru pula. Masalah yang kerap terjadi adalah mengenai etika manusia. Etika adalah kebiasaan sifat dan sikap yang dibawa oleh manusia dalam melakukan sesuatu dalam lingkungannya. Etika sangat penting dalam menentukkan hubungan dengan orang lain, karena itu memiliki etika yang baik sangatlah diperlukkan. Apalagi dalam sebuah dunia pekerjaan, etika sangat penting dijaga. Profesi seseorang dalam bekerja memiliki tanggungjawab masing-masing baik dalam permasalahan kecil ataupun besar. Etika profesi dalam bekerja bergantung pada diri manusia masing-masing. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai etika profesi.
Sebelum mengetahui tentang apa itu etika profesi, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai apa itu etika, yang kemudian akan dijelaskan pula mengenai profesi. Dan terakhir akan dijelaskan mengenai etika profesi.
Apa itu etika ?
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “Ethikos” yang berati timbul dari kebiasaan, etika adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab. Etika dan moral memiliki pengertianyang hampir sama, namun dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Berikut ini adalah pengertian etika menurut para ahli:
“Etika ialah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambi suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.” (James J. Spillane SJ)
“Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan manusia.” (Prof. DR. Franz Magnis Suseno)

“Etika merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.” (Soergarda Poerbakawatja)

“Mengungkapkan bahwa etika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai -nilai dan norma yang dapat menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.” (Drs. H. Burhanudin Salam)

“Menjelaskan bahwa etika ialah pandangan manusia terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.” (Drs. O.P. Simorangkir)

“Mengungkapkan etika sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana yang baik dan yang buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah diketahui oleh akal pikiran.” (A. Mustafa)

“Menjelaskan etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan akhlak.” (W.J.S. Poerwadarminto)

“Menjelaskan etika sebagai teori tentang perilaku atau perbuatan manusia yang dipandang dari segi baik & buruknya sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.” (Drs. Sidi Gajabla)

“Etika merupakan nilai dan norma moral yang menjadi acuan bagi manusia secara individu maupun kelompok dalam mengatur segala tingkah lakunya.” (Bertens)

Dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika adalah suatu ilmu mengenai tindakan atau tingkah laku manusia yang dapat menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya berdasarkan asas-asas atau dasar-dasar moral dan akhlak yang dipandang dari segi baik & buruknya sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.

Apa itu profesi?
Profesi dapat dikatakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk profesi itu. Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang mudah dimengerti oleh masyarakat awam adalah sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi.Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.
Berikut ini adalah pengertian profesi menurut para ahli:

“Profesi adalah suatu kumpulan atau set pekerjaan yang membangun suatu set norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya yang khusus di masyarakat.” SCHEIN, E.H (1962)

“Perofesi menyatakan bahwa ia mengetahui lebih baik dari kliennya tentang apa yang diderita atau terjadi pada kliennya.” HUGHES, E.C (1963)

“Profesi adalah aktivitas intelektual yang dipelajari termasuk pelatihan yang diselenggarakan secara formal ataupun tidak formal dan memperoleh sertifikat yang dikeluarkan oleh sekelompok / badan yang bertanggung jawab pada keilmuan tersebut dalam melayani masyarakat, menggunakan etika layanan profesi dengan mengimplikasikan kompetensi mencetuskan ide, kewenangan ketrampilan teknis dan moral serta bahwa perawat mengasumsikan adanya tingkatan dalam masyarakat.” DANIEL BELL (1973)

“Profesi adalah “komunitas moral” yang memiliki cita-cita dan nilai bersama.” PAUL F. COMENISCH (1983)

“Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.” KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
“Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama.” K. BERTENS

“Profesi adalah suatu pekerjaan yang dikerjakan sebagai sarana untuk mencari nafkah hidup sekaligus sebagai sarana untuk mengabdi kepada kepentingan orang lain (orang banyak) yang harus diiringi pula dengan keahlian, ketrampilan, profesionalisme, dan tanggung jawab.” SITI NAFSIAH
           
“Profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berwujud sebagai jabatan di dalam suatu hierarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika khusus untuk jabatan tersebut serta pelayananbaku terhadap masyarakat” DONI KOESOEMA A

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus  dipenuhi sebagai suatu ketentuan.

Jadi, etika profesi itu apa?
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi serta mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia. Etika profesi Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek). Etika profesi memiliki konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh : pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dan sebagainya. Berikut ini adalah pengertian etika profesi menurut para ahli:
 
“Etika profesi merupakan sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.” ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 )   
“Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama.” (Anang Usman, SH., MSi.)
Selain pengertian dari etika profesi, terdapat  beberapa pengetahuan mengenai etika profesi yaitu mengenai kode etik profesi, fungsi kode etik profesi, kelemahan kode etik profesi, dan peran etika dalam perkembangan IPTEK. Berikut ini adalah penjelasannya:
Kode Etik Profesi
Kode etik profesi adalah sistem norma, nilai dan aturan professsional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan  jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.
Fungsi Kode Etik Profesi :
Sumaryono (1995) mengemukakan 3 alasannya yaitu :
1.    Sebagai sarana kontrol sosial
2. Sebagai pencegah campur tangan pihak lain
3. Sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik
Kelemahan Kode Etik Profesi : Idealisme terkandung dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para profesional, sehingga harapan sangat jauh dari kenyataan. Hal ini cukup menggelitik para profesional untuk berpaling kepada nenyataan dan menabaikan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi tidak lebih dari pajangan tulisan berbingkai.
1.    Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional. Rupanya kekurangan ini memberi peluang kepada profesional yang lemah iman untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesinya.
Peran Etika dalam Perkembangan IPTEK
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlangsung sangat cepat. Dengan perkembangan tersebut diharapkan akan dapat mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup manusia untuk menjadi manusi secara utuh. Maka tidak cukup dengan mengandalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, manusia juga harus menghayati secara mendalam kode etik ilmu, teknologi dan kehidupan.
Para pakar ilmu kognitif telah menemukan bahwa teknologi mengambil alih fungsi mental manusia, pada saat yang sama terjadi kerugian yang diakibatkan oleh hilangnya fungsi tersebut dari kerja mental manusia. Perubahan yang terjadi pada cara berfikir manusia sebagai akibat perkembangan teknologi sedikit banyak berpengaruh terhadap pelaksanaan dan cara pandang manusia terhadap etika dan norma dalam kehidupannya.
Etika profesi merupakan bagian dari etika sosial yang menyangkut bagaimana mereka harus menjalankan profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat.Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggungjawabkan tugas yang dilakukan dari segi tuntutan pekerjaannya.

Identifikasi Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru
Salah satu kasus yang berkaitan dengan etika profesi guru adalah kasus kekerasan yang pernah dialami oleh salah satu murid atau siswa di SMPN 3 Mojokerto yang dilakukan oleh oknum guru bahasa inggris yang berinisial WS dan kemudian dilaporkan ke pihak kepolisian oleh orang tua Roby ( korban ). akibat dari kekerasaan yang dilakukan WS, tubuh korban menderita memar-memar karena pukulan yang dialaminya. Menurut seorang teman korban yang juga sebagai saksi  pada saat peristiwa itu. Pagi itu, si Korban lagi berlari-lari di teras sekolah dengan beberapa rekannya dan menyebabkan suara gaduh dan bising sehingga WS yang lagi mengajar merasa terganggu dengan hiruk pikuk anak-anak ini, kemudian dia keluar kelas dan serta merta memanggil si Korban untuk diberi  peringatan akan tetapi si korban tidak menyahut karena takut pada WS entah karena tersinggung WS memanggil korban dengan nada tinggi dan ketika korban datang menghampiri terjadilah  peristiwa kekerasaan itu, korban ditendang beberapa kali pada bagian tubuhnya dan mengalami memar oleh karena itu orang tua korban mengadukan peristiwa ini kepada pihak kepolisian.

Akibat Dari Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru
Ada akibat yang muncul dari kasus kepribadian & etika terhadap profesi guru:
1.Mengaburkan fungsi guru sebagai sosok panutan atau teladan yang baik terhadap anak didik.
2.Adanya sikap sinis dan tidak percaya dari masyarakat terhadap profesi guru karena dianggap tidak bisa membuat anak didik menjadi lebih baik.
3.Mengaburkan profesi Guru sebagai pembimbing atau orang tua kedua buat anak didik
4.Dengan adanya kasus etika profesi guru maka profesi seorang guru di mata masyarakat semakin rendah.


Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru
1.Menindak tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum-oknum guru yang melakukan kasus etika profesi guru karena sangat merugikan guru sebagai salah satu profesi yang salah satu tugasnya adalah memberi keteladanan yang baik terhadap peserta didik.
2.Sebelum menjadi guru, seorang calon guru seharusnya diberi tes psikologi yang ketat,agar mampu menghadapi setiap karakter peserta didik.
3.Mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan profesinya sesuai kode etik keguruan.
4.Mengadakan pelatihan-pelatihan bagaimana seorang guru menghadapi peserta didik yang  berbeda karakter. Sehingga seorang guru, mampu menangani siswa yang karakternya nakal atau bandel.
5.Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku peserta didiknya. Apabila guru memahami tingkahlaku peserta didik dan perkembangan tingkah laku itu, maka strategi, metode, media pembelajaran dapat dipergunakan secara lebih efektif.
6.Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada peserta didik adalah menjadikan peserta didik mampu mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur dalam diri peserta didik.
7.Sesuai dengan pendapat Prayitno, bahwa pembelajaran harus sesuai konsep HMM (Harkat dan Martabat Manusia).
Antara guru dan peserta didik terjalin hubungan yang menimbulkan situasi pendidikan yang dilandasi dua pilar kewibawaan dan kewiyataan. Pengaruh guru terhadap peserta didik didasarkan pada konformitas internalisasi.

Membahas Kasus Pelanggaran Etika Guru
Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai Etika Profesi seorang Guru, bahwa seorang guru itu harus memiliki tanggung jawab yang besar terhadap profesinya. Dari contoh kasus diatas, dapat dikatakan bahwa profesionalitas seorang guru didaerah Kabupaten Karimun ini perlu diperhatikan.
Sebagaimana kita tahu bahwa seorang guru itu memiliki imej yang sudah tertanam dengan baik dan tidak sepatutnya disalahgunakan. Kejadian di Kabupaten Karimun yang melibatkan profesi guru ini sebetulnya dikarenakan kurangnya rasa tanggung jawab dari masing-masing pribadi dari seorang profesi guru itu. Kalau kita lihat dari kaidah-kaidah pokok dari etika profesi seorang guru yaitu:
pertama: harus dipandang sebagai suatu pelayanan karena itu maka bersifat tanpa pamrih menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi,
kedua: Pelayanan profesi dalam mendahulukan kepentingan  pasien atau klien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur,
ketiga: Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan,
keempat: agar persaingan profesi dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu  pengembangan profesi.
Sepatutnya seorang profesi guru itu mempunyai rasa tanggung jawab yang besar dan mempunyai pemikirann yang kuat atas kaidah-kaidah pokok dari etika profesi seorang guru itu, sehingga tidak ada keinginan ataupun niat untuk menyalahgunakan profesi dari seorang guru tersebut. Kasus pelanggaran etika yang terjadi ini tentunya bukan tanpa sebab. Kurangnya perhatian  pemerintah terhadap kehidupan para guru menjadi pemicu utama. Hal ini dapat terlihat dari fenomena yang terjadi, masih banyaknya guru-guru yang memiliki taraf hidup di bawah rata-rata. Padahal mereka pun memiliki keluarga yang harus dihidupi.
Masalah ekonomi inilah yang mendorong guru-guru, khususnya di luar daerah ibukota untuk melakukan hal-hal yang melanggar etika profesi keguruan dan idealisme dari pendidikan. Selain daripada itu, faktor kontrol dan monitoring dari pemerintah juga berperan dalam kasus  pelanggaran ini. Pemerintah belum memiliki sistem yang terpadu dalam melakukan kontroling antara pusat dan daerah untuk mengawasi kinerja dan proses kerja para guru dan pihak yang terlibat dalam institusi pendidikan yang ada. Dengan celah yang ada ini, memberi kesempatan  besar bagi oknum-oknum tertentu untuk melakukan pelanggaran dan kecurangan, baik itu  pelanggaran hukum, maupun etika.

Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang
Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak  boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu. Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran. Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya. Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan  berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan  justru dilupakan. Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang diun
gkapkan Plato dalam “Tipologo Plato”, bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan,
dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan  bahwa pikiran itu sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan menahan hawa nafsu. Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat  berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari. Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia  pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan  pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

Masalah Profesi Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di  jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya  peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang  berkaitan dengan eksistensi mereka. Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai  peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral  bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.

Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu : pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan masalah kesejahteraan guru.
Masalah Kualitas Guru Kualitas guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
Jumlah Guru yang Masih Kurang Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
Masalah Distribusi Guru Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia  pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
Masalah Kesejahteraan Guru Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer.
Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka mengajar. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah. Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Tujuan Seorang Guru Bab II Pasal 2 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan  bahwa: (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud. Maksud dari ayat di atas menyebutkan bahwa guru adalah orang yang mendalami profesi sebagai  pengajar dan pendidik, mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk memberikan kontribusi. Umumnya guru merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi hasil belajar siswa peserta didiknya. Tugas guru yang diemban timbul dari rasa percaya masyarakat terdiri dari mentransfer kebudayaan dalam arti yang luas, ketrampilan menjalani kehidupan (Life skills), terlibat dalam kegiatan-kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan dan mengklasifikasikan, selain harus menunjukkan sebagai orang yang berpengetahuan luas, trampil dan sikap yang bisa dijadikan panutan. Maka dari itu, guru harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa untuk siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya (The real life) dan bahkan mampu memberikan keteladanan yang baik. Undang-Undang No 14 tahun 2005, pasal 4 mengisyaratkan bahwa Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu  pendidikan nasional. Pasal 6 menyebutkan bahwa Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga  profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan  pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang  beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Di samping itu guru mempunyai tugas utama sebagai berikut:
a) menyusun perencanaan pembelajaran;
b) menyampaikan perencanaan;
c) melakukan hubungan baik dengan sesama teman seprofesi.
d) mengelola kelas yang disesuaikan dengan karakterstik peserta didik;
e) melakukan penelitian dan inovasi dalam pendidikan, dan memanfaatkan
hasilnya untuk kemajuan pendidikan;
f) mendidik siswa sehingga mereka menjadi manusia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai etika,  bangsa, masyarakat, dan agama;
g) melaksanakan program bimbingan konseling, dan administrasi
pendidikan;
h) mengembangkan diri dalam wawasan, sikap, dan ketrampilan profesi;
dan
i) memanfaatkan teknologi, lingkungan, budaya, dan sosial, serta
lingkungan alam dalam proses  belajar.

Yang saya akan bahas yaitu mengenai Masalah Distribusi Guru atau Penyebaran guru yang tidak merata. Kebanyakan guru lebih memilih mengajar di perkotaan ketimbang di daerah pelosok. Ini mengakibatkan guru di perkotaan menumpuk sedangkan di pelosok akan kekurangan guru. Formasi pengangkatan yang telah di tentukan oleh pemerintah daerah seakan-akan tidak membuat komposisi guru menjadi merata. Dan memang kalau di perkotaan ataupun daerah  padat, hal itu tidak terjadi. Tapi di pedesaan, pedalaman, daerah pinggiran hutan, pegunungan
kenyataan kekurangan guru itu sangat terasa,”.
Hal demikian tentulah berdampak pada kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan pun kurang merata. Diperkotaan akan semakin tinggi kualitas pendidikannya karena kebutuhan guru yang tercukupi serta aksesibilitas yang mudah. Keadaan itu berbanding terbalik dengan kondisi di  pelosok. Kualitas pendidikan dipelosok akan semakin terpuruk karena kebutuhan tim pengajar yang tidak tercukupi serta akses yang sulit. Dimana foktor pendukung pendidikan sangat sulit di dapatkan di daerah pelosok yang tidak terjadi di daerah perkotaan. Saat ini terjadi ketimpangan kompetensi yang cukup mencolok pada guru di daerah tertinggal.
Banyak guru yang mengajar di sekolah-sekolah terpencil dengan tidak terstruktur dan mengabaikan teori-teori pembelajaran efektif. Fenomena ini dapat dimengerti karena memang upaya peningkatan kompetensi guru tidak dijadikan sebagai salah satu solusi yang diprioritaskan khususnya dalam pembangunan pendidikan. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh pelatihan atau upaya-upaya peningkatan mutu guru itu sendiri, sehingga ini  berkorelasi erat dengan kemampuan mengajarnya di sekolah. Jika hal ini tidak diberi perlakuan khusus tentu saja akan semakin memperburuk kualitas proses belajar mengajar di sekolah. Ada juga guru malu mengajar didaerah nya sendiri dalam artian tempat terpencil pandangan mereka yang ingin mengajar diperkotaan untuk encari pengalaman yang baru dan mendapat  pasangan hidup yang lebih baik , ada juga karna akses transportasi mereka untuk mengajar itu terkendala karna jalanan yang menuju ke sekolah itu rusak parah. Itu bisa menbuat susah nya  penyebaran guru yang tidak merata. Solusi Solusi yang kiranya dapat menjadi sebuah pertimbangan dalam menangani permasalahan diatas yaitu:
1.Konsistensi pemerintah dalam menangani masalah tersebut harus perlu
ditingkatkan.
2.Pemerintah harus bekerja sama dengan PTN dan PTS yang memiliki
jurusan pendidikan agar dapat menciptakan calon-calon pengajar yang
benar-benar memiliki mental seorang  pengajar yang profesional.
3.Pemerintah harus benar-benar memegang konsistensi terhadap
pernyataan para calon pengajar yang berbunyi “siap ditempatkan dimana
saja”, sehingga setelah para calon  pengajar terangkat menjadi PNS tidak
mudah untuk mengajukan pindah tempat sesuai keinginan mereka
melainkan perlu alasan yang kiranya dapat diterima.
4.Pemerintah harus benar-benar menjalankan amanat undang-undang
yaitu 20 % APBN untuk pendidikan sehingga pembangunan
infrastruktur pendidikan yang dapat mendukung akses sebagai penjamin
mutu dapat terlaksana dengan baik.
5.Membuat perjanjian dengan calon guru untuk sanggup mengajar
dimanapun ditempat terpencil.
6.Memberikan fasilitas yang sama dengan guru yang mengajar di prkotaan
dengan di  pedesaan.
7.Memberikan tunjangan lebih kepada guru yang mengajar di tempat
terpencil.
8.Memperbaiki akses transportasi agar bisa mengajar dengan lancar dan
tidak terkendala waktu.
9.Menindak lanjuti atau member hukuman atau mutasi tugas kepada guru
yang mengajar diperkotaan tapi tidak mengajar dengan baik dan sesuai
dengan kode etik.


Sumber: 




No comments:

Post a Comment